Berita Terkini

Berita Teknologi

Hiburan

Wednesday, May 18, 2011

Bahasa Jurnalistik

Ciri Utama Bahasa Jurnalis 
By kurrumaster 

Marshall McLuhan sebagai penggagas teori “Medium is the message” menyatakan bahwa setiap media mempunyai tatabahasanya sendiri yakni seperangkat peraturan yang erat kaitannya dengan berbagai alat indra dalam hubungannya dengan penggunaan media. Setiap tata bahasa media memiliki kecenderungan (bias) pada alat indra tertentu. Oleh karenanya media mempunyai pengaruh yang berbeda pada perilaku manusia yang menggunakannya (Rakhmat, 1996: 248).

Secara lebih seksama bahasa jurnalistik dapat dibedakan pula berdasarkan bentuknya menurut media menjadi bahasa jurnalistik media cetak, bahasa jurnalistik radio, bahasa jurnalistik televisi dan bahasa jurnalistik media online internet. Bahasa jurnalistik media cetak, misalnya, kecuali harus mematuhi kaidah umum bahasa jurnalistik, juga memiliki ciri-ciri yang sangat khusus yang membedakannya dari bahasa jurnalistik radio, bahasa jurnalistik TV, dan bahasa jurnalistik media online internet.

Terdapat 17 ciri utama bahasa jurnalistik yang berlaku untuk semua bentuk media berkala tersebut. yakni sederhana, singkat, padat, lugas, jelas, jernih, menarik, demokratis, populis, logis, gramatikal, menghindari kata tutur, menghindari kata dan istilah asing, pilihan kata. (diksi) yang tepat, mengutamakan kalimat aktif, sejauh mungkin menghindari pengunaan kata atau istilah-istilah teknis, dan tunduk kepada kaidah etika (Sumadiria, 2005:53-61). Berikut perincian penjelasannya.


1. Sederhana

Sederhana berarti selalu mengutamakan dan memilih kata atau. kalimat yang paling banyak diketahui maknanya oleh khalayak pembaca yang sangat heterogen, baik dilihat dari tingkat intelektualitasnya maupun karakteristik demografis dan psikografisnya. Kata-kata dan kalimat yang rumit, yang hanya dipahami maknanya oleh segelintir orang, tabu digunakan dalam bahasa jurnalistik.


2. Singkat

Singkat berarti langsung kepada pokok masalah (to the point), tidak bertele-tele, tidak berputar-putar, tidak memboroskan waktu pembaca yang sangat berharga. Ruangan atau kapling yang tersedia pada kolom-kolom halaman surat kabar, tabloid, atau majalah sangat terbatas, sementara isinya banyak dan beraneka ragam. Konsekwensinya apa pun pesan yang akan disampaikan tidak boleh bertentangan dengan filosofi, fungsi, dan karakteristik pers.


3. Padat

Menurut. PatmonoSK, redaktur senior Sinar Harapan dalam buku Teknik Jurnalislik (1996: 45), padat dalam bahasa jurnalistik berarti sarat informasi. Setiap kalimat dan paragrap yang ditulis memuat banyak informasi penting dan menarik untuk khalayak pembaca. Ini berarti terdapat perbedaan yang tegas antara kalimat singkat dan kalimat padat. Kalinat yang singkat tidak berarti memuat banyak informasi. Sedangkan kaliamat yang padat, kecuali singkat juga mengandung lebih banyak informasi.


4. Lugas

Lugas berarti tegas, tidak ambigu, sekaligus menghindari eufemisme atau penghalusan kata dan kalimat yang bisa membingunglian khalayak pembaca sehingga terjadi perbedaan persepsi dan kesalahan konklusi. Kata yang lugas selalu menekankan pada satu arti serta menghindari kemungkinan adanya penafsiran lain terhadap arti dan makna kata tersebut.


5. Jelas

Jelas berarti mudah ditangkap maksudnya, tidak baur dan kabur. Sebagai contoh, hitam adalah wara yang jelas. Putih adalah warna yang jelas. Ketika kedua warna itu disandingkan, maka terdapat perbedaan yang tegas mana disebut hitam, mana pula yang disebut putih. Pada. Kedua warna itu sama sekali tidak ditemukan nuansa warna abu-abu. Perbedaan warna hitam dan putih melahirkan kesan kontras. Jelas di sini mengandung tiga arti: jelas artinya, jelas susunan kata atau kalimatnya sesuai dengan kaidah subjek-objek-predikat- keterangan (SPOK), jelas sasaran atau maksudnya.


6.Jernih

Jernih berarti bening, tembus pandang, transparan, jujur, tulus, tidak menyembunyikan sesuatu yang lain yang bersifat negatif seperti prasangka atau fitnah. Sebagai bahan bandingan, kita hanya dapat menikmati keindahan ikan hias arwana atau oscar hanya pada akuarium dengan air yang jernih bening. Oscar dan arwana tidak akan melahirkan pesona yang luar biasa apabila dimasukkan ke dalam kolam besar di persawahan yang berair keruh.

Dalam pendekatan analisis wacana, kata dan kalimat yang jernih berarti kata dan kalimat yang tidak memiliki agenda tersembunyi di balik pemuatan suatu berita atau laporan kecuali fakta, kebenaran, kepentingan public. Dalam bahasa kiai, jermh berarti bersikap berprasangka baik (husnudzon) dan sejauh mungkin menghindari prasangka buruk (suudzon). Menurut orang komunikasi, jernih berarti senantiasa mengembangkan pola piker positif (positive thinking) dan menolak pola pikir negative (negative thinking). Hanya dengan pola pikir positif kita akan dapat melihat semua fenomena dan persoalan yang terdapat dalam masyarakat dan pemerintah dengan kepala dingin, hati jernih dan dada lapang.

Pers, atau lebih luas lagi media massa, di mana pun tidak diarahkan untuk membenci siapa pun. Pers ditakdirkan untuk menunjukkan sekaligus mengingatkan tentang kejujuran, keadilan, kebenaran, kepentingan rakyat. Tidak pernah ada dan memang tidak boleh ada, misalnya hasutan pers untuk meraih kedudukan atau kekuasaan politik sebagaimana para anggota dan pimpinan partai politik.

7. Menarik

Bahasa jurnalistik harus menarik. Menarik artinya mampu membangkitkan minat dan perhatian khalayak pembaca, memicu selera baca, serta membuat orang yang sedang tertidur, terjaga seketika. Bahasa jurnalistik berpijak pada prinsip: menarik, benar, dan baku.

Bahasa ilmiah merujuk pada pedoman: benar dan baku saja. Inilah yang menyebabkan karya-karya ilmiah lebih cepat melahirkan rasa kantuk ketika dibaca daripada memunculkan semangat dan rasa penasaran untuk disimak lebih lama. Bahasa jurnalistik hasil karya wartawan, sementara karya ilmiah hasil karya ilmuwan. Wartawan sering juga disebut seniman.

Bahasa jurnalistik menyapa khalayak pembaca dengan senyuman atau bahkan cubitan sayang, bukan dengan mimik muka tegang atau kepalan tangan dengan pedang. Karena itulah, sekeras apa pun bahasa jurnalistik, ia tidak akan dan tidak boleh membangkitkan kebencian serta permusuhan dari pembaca dan pihak mana pun. Bahasa jurnalistik memang harus provokatif tetapi tetap merujuk kepada pendekatan dan kaidah normatif. Tidak semena-mena, tidak pula bersikap durjana. Perlu ditegaskan salah satu fungsi pers adalah edukatif. Nilai dan nuansa edukatif itu, juga harus tampak pada bahasa jurnalistik pers.

8. Demokratis

Salah satu ciri yang paling menonjol dari bahasa jurnalistik adalah demokratis. Demokratis berarti bahasa jurnalistik tidak mengenal tingkatan, pangkat, kasta, atau perbedaan dari pihak yang menyapa dan pihak yang disapa sebagaimana di jumpai dalam gramatika bahasa Sunda dan bahasa Jawa. Bahasa jurnalistik menekankan aspek fungsional dan komunal, sehingga samasekali tidak dikenal pendekatan feudal sebagaimana dijumpai pada masyarakat dalam lingkungan priyayi dan kraton.
Bahasa jurnalistik memperlakukan siapa pun apakah presiden atau tukang becak, bahkan pengemis dan pemulung secara sama.Kalau dalam berita disebutkan presiden mengatakan, maka kata mengatakan tidak bisa atau harus diganti dengan kata bersabda. Presiden dan pengemis keduanya tetap harus ditulis mengatakan. Bahasa jurnalistik menolak pendekatan diskriminatif dalam penulisan berita, laporan, gambar, karikatur, atau teks foto.

Secara ideologis, bahasa jurnalistik melihat setiap individu memiliki kedudukan yang sama di depan hukum schingga orang itu tidak boleh diberi pandangan serta perlakuan yang berbeda. Semuanya sejajar dan sederajat. Hanya menurut perspektif nilai berita (news value) yang membedakan diantara keduanya. Salah satu penyebab utama mengapa bahasa Indonesia dipilih dan ditetapkan sebagai bahasa negara, bahasa pengikat persatuan dan kesatuan bangsa, karena. bahasa Melayu sebagai cikal bakal bahasa Indonesia memang sangat demokratis. Sebagai contoh, prisiden makan, saya makan, pengemis makan, kambing makan.

9. Populis

Populis berarti setiap kata, istilah, atau kalimat apa pun yang terdapat dalam karya-karya jurnalistik harus akrab di telinga, di mata, dan di benak pikiran khalayak pembaca, pendengar, atau. pemirsa. Bahasa jurnalistik harus merakyat, artinya diterima dan diakrabi oleh semua lapisan masyarakat. Mulai dari pengamen sampai seorang presiden, para pembantu rumah tangga sampai ibu-ibu pejabat dharma wanita. Kebalikan dari populis adalah elitis. Bahasa yang elitis adalah bahasa yang hanya dimengerti dan dipahami segelintir kecil orang saja, terutama mereka yang berpendidikan dan berkedudukan tinggi.

10. Logis

Logis berarti apa pun yang terdapat dalam kata, istilah, kalimat, atau paragraph jurnalistik harus dapat diterima dan tidak bertentangan dengan akal sehat (common sense). Bahasa jurnalistik harus dapat diterima dan sekaligus mencerminkan nalar. Di sini berlaku hokum logis. Sebagai contoh, apakah logis kalau dalam berita dikatakan: jumlah korban tewas dalam musibah longsor dan banjir banding itu 225 orang namun sampai berita ini diturunkan belum juga melapor.. Jawabannya tentu saja sangat tidak logis, karena mana mungkin korban yang sudah tewas, bisa melapor?
Menurut salah seorang wartawan senior Kompas dalam bukunya yang mengupas masalah kalimat jumalistik, dengan berbekal kemampuan menggunakan logika (silogisme), seorang wartawan akan lebih jeli menangkap suatu keadaan, fakta, persoalan, ataupun pernyataan seorang sumber berita. Ia akan lebih kritis, tidak mudah terkecoh oleh sumber berita yang mengemukakan peryataan atau keterangan dengan motif-mo¬tif tertentu (Dewabrata, 2004:76).

11. Gramatikal

Gramatikal berarti kata, istilah, atau kalimat apa pun yang dipakai dan dipilih dalam bahasa jurnalistik harus mengikuti kaidah tata bahasa baku. Bahasa baku artinya bahasa resmi sesuai dengan ketentuan tata bahasa serta pedoman ejaan yang disempurnakan berikut pedoman pembentukan istilah yang menyertainya. Bahasa baku adalah bahasa yang paling besar pengaruhnya dan paling tinggi wibawanya pada suatu bangsa atau kelompok masyarakat. Contoh berikut adalah bahasa jurnalistik nonbaku atau tidak gramatikal: Ia bilang, presiden menyetujui anggaran pendidikan dinaikkan menjadi 15 persen dari total APBN dalam tiga tahun ke depan. Contoh bahasa jumalistik baku atau gramatikal: Ia mengatakan, presiden menyetujui anggaran pendidikan dinaikkan menjadi 25 persen dari total APBN dalam lima tahun ke depan.

12. Menghindari kata tutur

Kata tutur ialah kata yang biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari secara informal. Kata tutur ialah kata-kata yang digunakan dalam percakapan di warung kopi, terminal, bus kota, atau di pasar. Setiap orang bebas untuk menggunakan kata atau istilah apa saja sejauh pihak yang diajak bicara memahami maksud dan maknanya. Kata tutur ialah kata yang hanya menekankan pada pengertian, sama sekali tidak memperhatikan masalah struktur dan tata bahasa. Contoh kata-kata tutur: bilang, dilangin, bikin, diksih tahu, mangkanya, sopir, jontor, kelar, semangkin.

13. Menghindari kata dan istilah asing

Berita ditulis untuk dibaca atau didengar. Pembaca atau pendengar harus tahu arti dan makna setiap kata yang dibaca dan didengarnya. Berita atau laporan yang banyak diselipi kata-kata asing, selain tidak informatif dan komunikatif juga membingungkan.
Menurut teori komunikasi, khalayak media massa anonym dan heterogen. tidak saling mengenal dan benar-benar majemuk, terdiri atas berbagai suku bangsa, latar belakang sosial-ekonomi, pendidikan, pekerjaan, profesi dan tempat tinggal. Dalam perspektif teori jurnalistik, memasukkan kata atau istilah asing pada berita yang kita tulis, kita udarakan atau kita tayangkan, sama saja dengan sengaja menyebar banyak duri di tengah jalan. Kecuali menyiksa diri sendiri, juga mencelakakan orang lain.

14. Pilihan kata (diksi) yang tepat

Bahasa jurnalistik sangat menekankan efektivitas. Setiap kalimat yang disusun tidak hanya harus produktif tetapi juga tidak boleh keluar dari asas efektifitas. Artinya setiap kata yang dipilih, memang tepat dan akurat sesuai dengan tujuan pesan pokok yang ingin disampaikan kepada khlayak. Pilihan kata atau diksi, dalam bahasa jurnalistik, tidak sekadar hadir sebagai varian dalam gaya, tetapi juga sebagai suatu keputusan yang didasarkan kepada pertimbangan matang untuk mencapai efek optimal terhadap khalayak.

Pilihan kata atau diksi yang tidak tepat dalam setiap kata jurnalistik, bisa menimbulkan akibat fatal. Seperti ditegaskan seorang pakar bahasa terkemuka, pengertian pilihan kata atau diksi jauh lebih luas dari apa yang dipantulkan oleh jalinan kata itu. Istilah ini bukan saja digunakan untuk menyatakan kata-kata mana yang dipakai untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi juga meliputi persoalan fraseologi, gaya bahasa, dan ungkapan. Fraseologi mencakup persoalan kata-kata dalam pengelompokan atau susunannya, atau yang menyangkut cara-cara yang khusus berbentuk ungkapan-ungkapan. Gaya bahasa sebagai bagian dari diksi bertalian dengan ungkapan-ungkapan yang individual atau karakteristik, atau yang memiliki nilai arstistik yang tinggi (Keraf, 2004:22-23).

15. Mengutamakan kalimat aktif

Kalimat akiff lebih mudah dipahami dan lebih disukai oleh khalayak pembaca daripada kalimat pasif. Sebagai contoh presiden mengatakan, bukan dikatakan oleh presided.Contoh lain, pencuri mengambil perhiasan dari dalam almari pakaian, dan bukan diambilnya perhiasan itu dari dalam almari pakaian oleh pencuri. Bahasa jurnalistik harus.jelas susunan katanya, dan kuat maknanya (clear and strong). Kalimat aktif lebih memudahkan pengertian dan memperjelas pemahaman. Kalimat pasif sering menyesatkan pengertian dan mengaburkan pemahaman.

16. Menghindari kata atau istilah teknis

Karena ditujukan untuk umum, maka bahasa jurnalistik harus sederhana, mudah dipahami, ringan dibaca, tidak membuat kening berkerut apalagi sampai membuat kepala berdenyut. Salah satu cara untuk itu ialah dengan menghindari penggunaan kata atau istilah-istilah teknis. Bagaimanapun kata atau istilah teknis hanya berlaku untuk kelompok atau komunitas tertentu yang relatif homogen. Realitas yang homogen, menurut perspektif filsafat bahasa tidak boleh dibawa ke dalam realitas yang heterogen. Kecuali tidak efelitf, juga mengandung unsur pemerkosaan.

Sebagai contoh, berbagai istilah teknis dalam dunia kedokteran, atau berbagai istilah teknis dalam dunia mikrobiologi, tidak akan bisa dipahami maksudnya oleh khalayak pembaca apabila dipaksakan untuk dimuat dalam berita, laporan, atau tulisan pers. Supaya mudah dicerna dan mudah dipahami maksudnya, maka istilah-istilah teknis itu harus diganti dengan istilah yang bisa dipahami oleh masyarakat umum. Kalaupun tak terhindarkan, maka istilah teknis itu harus disertai penjelasan dan ditempatkan dalam tanda kerung.

Surat kabar, tabloid, atau majalah yang lebih banyak memuat kata atau istilah teknis, mencerminkan media itu : (1) kurang melakukaii pembinaan dan pelatihan terhadap wartawannya yang malas, (2) tidak memiliki editor bahasa, (3) tidak memiliki buku panduan peliputan dan penulisan berita serta laporan, atau (4) tidak memiliki sikap profesional. dalam mengelola penerbitan pers yang berkualitas.

17. Tunduk kepada kaidah etika

Salah satu fungsi utama pers adalah edukasi, mendidik (to educated), Fungsi ini bukan saja harus, tercermin pada materi isi berita, laporan, gambar, dan artikel-aritikelnya, melainkan juga harus tampak pada bahasanya. Pada bahasa tersimpul etika. Bahasa tidak saja mencerminkan pikiran tapi sekaligus juga menunjukkan etika orang itu.

Dalam menjalankan fungsinya mendidik khalayak, pers wajib menggunakan serta tunduk kepada kaidah dan etika bahasa baku. Bahasa pers harus baku, benar, dan baik. Dalam etika berbahasa, pers tidak boleh menuliskan kata-kata yang tidak sopan, vulgar, sumpah serapah, hujatan dan makian yang sangat jauh dari norma sosial budaya agama. Pers juga tidak boleh menggunakan kata-kata porno dan berselera rendah lainnya dengan maksud untuk membangkitkan asosiasi serta fantasi seksual khalayak pembaca.

Pers berkualitas senantiasa menjaga reputasi dan wibawa martabatnya di mata masyarakat, antara lain dengan senantiasa menghindari penggunaan kata-kata atau istilah yang dapat diasumsikan tidak sopan, vulgar, atau mengumbar selera rendah. Kata-kata vulgar, kata-kata yang menjurus pornografi, biasanya lebih banyak ditemukan pada pers popular lapis bawah dan pers kuning.

sumber : (Sumadiria,2005: 53-61) 





Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia


KODE ETIK JURNALISTIK WARTAWAN INDONESIA


PEMBUKAAN
Bahwa sesungguhnya salah satu perwujudan kemerdekaan Negara Republik Indonesia adalah kemerdekaan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan sebagaimana diamanatkan oleh pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945. Oleh sebab itu kemerdekaan pers wajib dihormati oleh semua pihak.
Mengingat Negara Republik Indonesia adalah negara berdasar atas hukum sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, seluruh wartawan menjunjung tinggi konstitusi dan menegakkan kemerdekaan pers yang bertanggungjawab, mematuhi norma-norma profesi kewartawanan, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta memperjuangkan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial berdasarkan Pancasila.
Maka atas dasar itu, demi tegaknya harkat, martabat, integritas, dan mutu kewartawanan Indonesia serta bertumpu pada kepercayaan masyarakat, dengan ini Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menetapkan Kode Etik Jurnalistik yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh seluruh wartawan Indonesia.
KEKUATAN KODE ETIK JURNALISTIK
BAB I
KEPRIBADIAN DAN INTEGRITAS
Pasal 1
Wartawan Indonesia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berjiwa Pancasila , taat kepada Undang-Undang Dasar Negara, Ksatria, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia dan lingkungannya, mengabdi pada kepentingan bangsa dan negara serta terpecaya dalam mengemban profesinya.
Pasal 2
Wartawan Indonesia dengan penuh rasa tanggung jawab dan bijaksana mempertimbangkan patut tidaknya menyiarkan berita, tulisan atau gambar, yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan negara, persatuan dan kesatuan bangsa, menyinggung perasaan agama, kepercayaan dan keyakinan suatu golongan yang dilindumgi oleh Undang-undang.
Pasal 3
Wartawan Indonesia tidak menyiarkan berita, tulisan atau gambar yang menyesatkan, memutarbalikkan fakta, bersifat fitnah, cabul, sadis dan sensasi berlebihan.
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak menerima imbalan untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan berita, tulisan atau gambar yang dapat menguntungkan atau merugikan seseorang atau sesuatu pihak.
KODE ETIK JURNALISTIK
BAB II
CARA PEMBERITAAN
Pasal 5
Wartawan Indonesia menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan kecermatan dari kecepatan serta mencampuradukkan fakta dan opini sendiri. Tulisan berisi interpretasi dan opini wartawan agar disajikan dengan menggunakan nama jelas penulisnya.
Pasal 6
Wartawan Indonesia menghormati dan menjunjung tinggi kehidupan pribadi dengan tidak menyiarkan berita, tulisan, atau gambar yang merugikan nama baik atau perasaan susila seseorang, kecuali menyangkut kepentingan umum.
Pasal 7
Wartawan Indonesia dalam pemberitaan peristiwa yang diduga menyangkut pelanggaran hukum dan atau proses peradilan harus menghormati asas praduga tak bersalah, prinsip adil, jujur, dan penyajian yang berimbang.
Pasal 8
Wartawan Indonesia dalam memberitakan kejahatan susila tidak menyebut nama dan identitas korban. Penyebutan nama dan identitas pelaku kejahatan yang masih dibawah umur, dilarang.
Pasal 9
Wartawan Indonesia menulis judul yang mencerminkan isi berita.
KODE ETIK JURNALISTIK
BAB III
SUMBER BERITA
Pasal 10
Wartawan Indonesia menempuh cara yang sopan dan terhormat untuk memperoleh bahan berita, gambar, atau tulisan dan selalu menyatakan identitasnya kepada sumber berita.
Pasal 11
Wartawan Indonesia dengan kesadaran sendiri secepatnya mencabut atau meralat setiap pemberitaan yang kemudian ternyata tidak akurat, dan memberi kesempatan hak jawab serta proporsional kepada sumber dan atau obyek berita.
Pasal 12
Wartawan Indonesia meneliti kebenaran bahan berita dan memperhatikan kredibilitas serta kompetensi sumber berita.
Pasal 13
Wartawan Indonesia tidak melakukan tindakan plagiat, tidak mengutip berita, tulisan, atau gambar tanpa menyebut sumbernya.
Pasal 14
Wartawan Indonesia harus menyebut sumber berita, kecuali atas permintaan yang bersangkutan untuk tidak disebut nama dan identitasnya sepanjang menyangkut fakta dan data bukan opini.
Apabila nama dan identitas sumber berita tidak disebutkan, segala tanggung jawab ada pada wartawan yang bersangkutan.
Pasal 15
Wartawan Indonesia menghormati ketentuan embargo, bahan latar belakang, dan tidak menyiarkan informasi yang oleh sumber berita tidak dimasukkan sebagai bahan berita serta atas kesepakatan dengan sumber berita tidak menyiarkan keterangan off the record.
KODE ETIK JURNALISTIK
BAB IV
KEKUATAN KODE ETIK JURNALISTIK
Pasal 16
Wartawan Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa penataan Kode Etik Jurnalistik ini terutama berada pada hati nurani masing-masing.
Pasal 17
Wartawan Indonesia mengakui bahwa pengawasan dan penetapan sanksi pelanggaran Kode Etik Jurnalistik ini adalah sepenuhnya hak organisasi dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan PWI.
Tidak satu pihak pun di luar PWI yang dapat mengambil tindakan terhadap wartawan Indonesia dan atau medianya berdasarkan pasal-pasal dalam Kode Etik Jurnalistik ini.
KODE ETIK JURNALISTIK
KODE ETIK AJI
(ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN)
  1. Jurnalis menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
  2. Jurnalis senantiasa mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan dan keberimbangan dalam peliputan dan pemberitaan serta kritik dan komentar.
  3. Jurnalis memberi tempat bagi pihak yang kurang memiliki daya dan kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya.
  4. Jurnalis hanya melaporkan fakta dan pendapat yang jelas sumbernya.
  5. Jurnalis tidak menyembunyikan informasi penting yang perlu diketahui masyarakat.
  6. Jurnalis menggunakan cara-cara yang etis untuk memperoleh berita, foto dan dokumen.
  7. Jurnalis menghormati hak nara sumber untuk memberi informasi latar belakang, off the record, dan embargo.
  8. Jurnalis segera meralat setiap pemberitaan yang diketahuinya tidak akurat.
  9. Jurnalis menjaga kerahasiaan sumber informasi konfidensial, identitas korban kejahatan seksual, dan pelaku tindak pidana di bawah umur.
  10. Jurnalis menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan, diskriminasi, dalam masalah suku, ras, bangsa, politik, cacat/sakit jasmani, cacat/sakit mental atau latar belakang sosial lainnya.
  11. Jurnalis menghormati privasi, kecuali hal-hal itu bisa merugikan masyarakat.
  12. Jurnalis tidak menyajikan berita dengan mengumbar kecabulan, kekejaman kekerasan fisik dan seksual.
  13. Jurnalis tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya untuk mencari keuntungan pribadi.
  14. Jurnalis tidak dibenarkan menerima sogokan.
    Catatan: yang dimaksud dengan sogokan adalah semua bentuk pemberian berupa uang, barang dan atau fasilitas lain, yang secara langsung atau tidak langsung, dapat mempengaruhi jurnalis dalam membuat kerja jurnalistik.
  15. Jurnalis tidak dibenarkan menjiplak.
  16. Jurnalis menghindari fitnah dan pencemaran nama baik.
  17. Jurnalis menghindari setiap campur tangan pihak-pihak lain yang menghambat pelaksanaan prinsip-prinsip di atas.
  18. Kasus-kasus yang berhubungan dengan kode etik akan diselesaikan oleh Majelis Kode Etik.
diambil dari :
www.asiatour.com/lawarchives/indonesia/uu_pers/kode_etik_aji.htm

Kode Etik Jurnalistik

Kode etik merupakan prinsip yang keluar dari hati nurani setiap profesi, sehingga pada tiap tindakannya, seorang yang merasa berprofesi tentulah membutuhkan patokan moral dalam profesinya. Karenanya suatu kebebasan termasuk kebebasan pers sendiri tentunya mempunyai batasan, dimana batasan yang paling utama dan tak pernah salah adalah apa yang keluar dari hati nuraninya. Dalam hal ini, kebebasan pers bukan bukan saja dibatasi oleh Kode Etik Jurnalistiknya akan tetapi tetap ada batasan lain, misalnya ketentuan menurut undang-undang.

Pada prinsipnya menurut Undang-undang No. 40 Tahun 1999 menganggap bahwa kegiatan jurnalistik/kewartawanan merupakan kegiatan/usaha yang sah yang berhubungan dengan pengumpulan, pengadaan dan penyiaran dalam bentuk fakta, pendapat atau ulasan, gambar-gambar dan sebagainya, untuk perusahaan pers, radio, televisi dan film. Guna mewujudkan hal tersebut dan kaitannya dengan kinerja dari pers, keberadaan insan-insan pers yang profesional tentu sangat dibutuhkan, sebab walau bagaimanapun semua tidak terlepas dari insan-insan pers itu sendiri.


Olehnya, seorang wartawan yang baik dan profesional sedapat mungkin memiliki syarat-syarat, yaitu : bersemangat dan agresif, prakarsa, berkepribadian, mempunyai rasa ingin tahu, jujur, bertanggung jawab, akurat dan tepat, pendidikan yang baik, hidung berita dan mempunyai kemampuan menulis dan berbicara yang baik.


Pembukaan kode etik jurnalistik dinyatakan bahwasanya kebebasan pers adalah perwujudan kemerdekaan menyatakan pendapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 UUD 1945, yang sekaligus pula merupakan salah satu ciri negara hukum, termasuk Indonesia. Namun kemerdekaan/kebebasan tersebut adalah kebebasan yang bertanggung jawab, yang semestinya sejalan dengan kesejahteraan sosial yang dijiwai oleh landasan moral. Karena itu PWI menetapkan Kode Etik Jurnalistik yang salah satu landasannya adalah untuk melestarikan kemerdekaan/kebebasan pers yang bertanggung jawab, disamping merupakan landasan etika para jurnalis.


Berikut ini adalah Kode Etik Jurnalistik:

Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.

Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.

Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.

Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.

Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, danbahasa, serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.

Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.


Adapun Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia:
- Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia

Hukum dan Etika Jurnalistik

Hukum & Etika Jurnalistik 
Penerapan Kode Etik Jurnalistik dalam Meningkatkan Kinerja Profesinya
by. Muliadi Nur 


Pers adalah merupakan sebuah dan salah satu lembaga yang sangat urgen dalam ikut serta mencerdaskan serta membangun kehidupan bangsa, yang hanya dapat terlaksana jika pers memahami tanggung jawab profesinya serta norma hukum guna meningkatkan peranannya sebagai penyebar informasi yang obyektif, menyalurkan aspirasi rakyat, memperluas komunikasi dan partisipasi masyarakat, terlebih lagi melakukan kontrol sosial terhadap fenomena yang timbul berupa gejala-gejala yang dikhawatirkan dapat memberi suatu dampak yang negatif.

Profesi adalah suatu pekerjaan yang dimiliki seseorang dengan pendidikan dan mempunyai sifat mandiri, seperti halnya dalam bidang/pekerjaan jurnalistik. Olehnya diperlukan adanya suatu kode etik bagi seorang jurnalistik sebagai pedoman serta pegangan, karena etika merupakan sesuatu yang lahir dan keluar dari hati nurani seseorang, yang sangat diharapkan dapat mendorong serta memberi pengaruh positif dalam menjalankan tugas serta tanggung jawabnya sesuai profesi yang dijalankannya.

Berbicara masalah etika, khususnya dalam profesi jurnalistik (wartawan) sangatlah menghadapi tantangan yang besar terlebih dalam era globalisasi. Dari satu sisi, kemajuan dan perubahan teknologi mendorong perubahan nilai-nilai moral dan etika, dengan demikian makin kompleksnya masyarakat makin banyak dilema moral yang harus dipertimbangkan, di sisi lain hal ini menjadikan semakin sulitnya untuk menimbang secara jernih apa yang etis serta apa yang tidak etis. Hal ini paling tidak menjadikan etika sulit ditegakkan, meski etika juga semakin penting untuk menjaga kepentingan profesi.

Keberadaan dan pelaksanaan kode etik jurnalistik sebagai norma atau disebut landasan moral profesi wartawan dikaitkan dengan nilai-nilai Pancasila, oleh karena kode etik jurnalistik merupakan kaidah penentu bagi para jurnalis dalam melaksanakan tugasnya, sekaligus memberi arah tentang apa yang seharusnya dilakukan serta yang seharusnya ditinggalkan. Namun walau demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa dalam praktek sehari-hari masih terdapat (tidak semuanya) berbagai penyimpangan-penyimpangan terhadap kode etik jurnalistik maupun terhadap ketentuan-ketentuan lain (norma-norma hukum) yang berlaku bagi profesi ini.

Hal ini barangkali dapat dimaklumi, sebab mereka yang berkecimpung di dalam dunia jurnalistik adalah manusia, sama halnya dengan profesi lainnya. Demikian pula bahwa terkadang suatu keadaan dan kondisi tertentu ikut mempengaruhi banyak hal di dalam bidang ini, sehingga mungkin saja memunculkan suatu pemikiran, bahwa diperlukan adanya perubahan-perubahan di dalam kode etik itu sendiri atau kesadaran manusianya yang perlu ditingkatkan.

Jurnalistik

Pengertian Jurnalistik 

Pada prinsipnya jurnalistik merupakan cara kerja media massa dalam mengelola dan menyajikan informasi kepada khalayak, yang tujuannya adalah untuk menciptakan komunikasi yang efektif, dalam arti menyebarluaskan informasi yang diperlukan. Jurnalistik sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu diurna dan dalam bahasa Inggris journal yang berarti catatan harian.

Adinegoro mengatakan bahwa jurnalistik adalah kepandaian, kecerdasan, keterampilan dalam menyampaikan, mengelola dan menyebarluaskan berita, karangan, artikel, kepada khalayak seluas-luasnya dan secepat-cepatnya. Sedang dalam kamus Jurnalistik (1988: 9) dijelaskan bahwa jurnalistik adalah suatu kegiatan untuk menyiapkan, mengedit dan menulis untuk surat kabar atau majalah atau yang berkala lainnya. Sehubungan dengan pengertian kode etik di atas, menurut maka UU. No. 40 Tahun 1999 Bab 1 Pasal 1 Poin 14, bahwa “Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan”, sedang wartawan dalam point 4 dinyatakan sebagai “orang yang secara teratur melakukan kegiatan jurnalistik”.

Jurnalisme

Jurnalisme adalah bidang disiplin dalam mengumpulkan, memastikan, melaporkan, dan menganalisis informasi yang dikumpulkan mengenai kejadian sekarang, termasuk tren, masalah, dan tokoh. Orang yang mempraktekkan kegiatan jurnalistik disebut jurnalis atau wartawan.

Di Indonesia, istilah ini dulu dikenal dengan publisistik. Dua istilah ini tadinya biasa dipertukarkan, hanya berbeda asalnya. Beberapa kampus di Indonesia sempat menggunakannya karena berkiblat kepada Eropa. Seiring waktu, istilah jurnalistik muncul dari Amerika Serikat dan menggantikan publisistik dengan jurnalistik. Publisistik juga digunakan untuk membahas Ilmu Komunikasi.

Jurnalisme dapat dikatakan "coretan pertama dalam sejarah". Meskipun berita seringkali ditulis dalam batas waktu terakhir, tetapi biasanya diedit sebelum diterbitkan.

Jurnalis seringkali berinteraksi dengan sumber yang kadangkala melibatkan konfidensialitas. Banyak pemerintahan Barat menjamin kebebasan dalam pers.

Aktivitas utama dalam jurnalisme adalah pelaporan kejadian dengan menyatakan siapa, apa, kapan, di mana, mengapa dan bagaimana (dalam bahasa Inggris dikenal dengan 5W+1H) dan juga menjelaskan kepentingan dan akibat dari kejadian atau trend. Jurnalisme meliputi beberapa media: koran, televisi, radio, majalah dan internet sebagai pendatang baru.

Sejarah Jurnalisme Indonesia

Pada awalnya, komunikasi antar manusia sangat bergantung pada komunikasi dari mulut ke mulut. Catatan sejarah yang berkaitan dengan penerbitan media massa terpicu penemuan mesin cetak oleh Johannes Gutenberg.

Di Indonesia, perkembangan kegiatan jurnalistik diawali oleh Belanda. Beberapa pejuang kemerdekaan Indonesia pun menggunakan jurnalisme sebagai alat perjuangan. Di era-era inilah Bintang Timur, Bintang Barat, Java Bode, Medan Prijaji, dan Java Bode terbit.

Pada masa pendudukan Jepang mengambil alih kekuasaan, koran-koran ini dilarang. Akan tetapi pada akhirnya ada lima media yang mendapat izin terbit: Asia Raja, Tjahaja, Sinar Baru, Sinar Matahari, dan Suara Asia.

Kemerdekaan Indonesia membawa berkah bagi jurnalisme. Pemerintah Indonesia menggunakan Radio Republik Indonesia sebagai media komunikasi. Menjelang penyelenggaraan Asian Games IV, pemerintah memasukkan proyek televisi. Sejak tahun 1962 inilah Televisi Republik Indonesia muncul dengan teknologi layar hitam putih.

Masa kekuasaan presiden Soeharto, banyak terjadi pembreidelan media massa. Kasus Harian Indonesia Raya dan Majalah Tempo merupakan dua contoh kentara dalam sensor kekuasaan ini. Kontrol ini dipegang melalui Departemen Penerangan dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Hal inilah yang kemudian memunculkan Aliansi Jurnalis Indepen yang mendeklarasikan diri di Wisma Tempo Sirna Galih, Jawa Barat. Beberapa aktivisnya dimasukkan ke penjara.

Titik kebebasan pers mulai terasa lagi saat BJ Habibie menggantikan Soeharto. Banyak media massa yang muncul kemudian dan PWI tidak lagi menjadi satu-satunya organisasi profesi.

Kegiatan jurnalisme diatur dengan Undang-Undang Penyiaran dan Kode Etik Jurnalistik yang dikeluarkan Dewan Pers.

Sejarah Pendidikan Jurnalistik

Sejarah Pendidikan jurnalistik 

dewasa ini sangat banyak ditawarkan di perguruan-perguruan tinggi, dan peminatnya pun cukup banyak pula. Di antara para wartawan yang kita kenal di Indonesia, ada yang pernah mengenyam pendidikan formal ini, namun tak sedikit pula yang tidak pernah dirasakannya sama sekali.

Walaupun tidak melalui pendidikan formal, namun seorang wartawan haruslah mengetahui fungsi utama tugasnya sebagai wartawan, yaitu apa yang secara universal dikenal:  menyajikan informasi; memberikan pendidikan; memberikan hiburan. Untuk

bisa menjalankan fungsinya ini, seorang wartawan dituntut untuk dapat memenuhi persyaratan tertentu, seorang wartawan dituntut untuk dapat memenuhi persyaratan tertentu, yaitu pertama: memiliki kecerdasan; kedua: senantiasa bersikap waspada; ketiga: memiliki rasa ingin tahu yang tak habis-habisnya; keempat peduli terhadap masyarakat; kelima: akal yang panjang; keenam: memiliki kepekaan terhadap ketidakadilan; dan ketujuh: berani untuk berbeda pendapat dengan pihak yang berkuasa.

Di samping itu tentu saja seorang wartawan harus dapat mengantisipasi kemungkinan risiko yang harus ditanggung dalam melaksanakan kewajibannya.


Kerja Rutin Wartawan dan Kehidupan di dalam News Room

Dalam pelaksanaan tugas jurnalistik di sebuah penerbitan ataupun sebuah stasiun radio/televisi, sebagaimana halnya sebuah institusi, terdapat pembagian tugas yang jelas, demi penjaga kelancaran kerja sehari-hari.

Selain itu setiap insan yang bekerja sebagai seorang wartawan dan menjadi anggota sebuah organisasi yang secara resmi diakui eksistensinya, baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat luas, hendaknya menaati kode etik yang telah diakui dan diterima oleh organisasi tersebut.

Teknik Mengumpulkan Berita

Berikut ini adalah teknik mengumpulkan berita 

1. Observasi

Secara sederhana observasi merupakan pengamatan terhadap realitas social. Ada pengamatan langsung, ada juga pengamatan tak langsung. Seseorang disebut melakukan pengamatan langsung bila ia menyaksikan sebuah peristiwa dengan mata kepalanya sendiri. Pengamatan ini bisa dilakukan dalam waktu yang pendek dan panjang. Pendek artinya, setelah melihat sebuah peristiwa dan mencatat seperlunya, seseorang meninggalkan tempat kejadian untu menulis laporan. Misalnya: peristiwa kecelakaan lalu lintas. Sedangkan panjang berarti seseorang berada di tempat kejadian dalam waktu yang lama. Bahkan ia menulis laporan dari tempat kejadian. Contoh:peristiwa bencana alam.

Seseorang disebut melakukan pengamatan tidak langsung bila ia tidak menyaksikan peristiwa yang terjadi, melainkan mendapat keterangan dari orang lain yang menyaksikan peristiwa itu. Misalnya: peristiwa penemuan mayat suami-istri di sebuah rumah. Si Bujang mendapat informasi bahwa di jalan Melati No. 24 ditemukan mayat sepasang suami-istri. Ia bergegas ke daerah itu. Sesampai di sana, ia masih melihat epasang mayat tersebut. Kalau ia kemudian mendapatkan data tentang siapa yang meninggal dunia, kapan dan kenapa meninggal dunia, data itu merupakan hasil pengamatan tidak langsung.Pengamatan di sini tidak sama persis dengan pengamatan seorang peneliti. Seseorang peneliti melakukan pengamatan berdasarkan konsep dan hipotesis. Hasilnya, biasanya dilaporkan dengan disertai pemecahan masalah ala mereka. Sedangkan seorang pekerja pers melakukan pengamatan untuk melaporkan kejadian sebuah peristiwa apa adanya.


2. Wawancara

Wawancara adalah tanya jawab antara seorang wartawan dengan narasumber untuk mendapatkan data tentang sebuah fenomena (Itule dan Anderson 1987:184). Dalam hal ini, yang perlu diperhatikan adalah:

a. Posisi narasumber dalam wawancara

Posisi narasumber dalam sebuah wawancara adalah ibarat posisi pembeli dalam sebuah transaksi dagang, yaitu sebagai ?raja?. Semua keinginan narasumber harus dipenuhi oleh wartawan. Karena itu, sebelum melakukan wawancara, wartawan harus menanyakan keinginan
narasumber. Sebelum itu, wartawan harus memperkenalkan secara langsung jati dirinya dan untuk siapa ia bekerja kepada narasumber. Tahap-tahap ini, menurut prinsip etika jurnalistik yang umum, harus ditempuh oleh setiap wartawan sebelum melakukan wawancara dengan narasumber, terlepas dari narasumber mengetahui cara kerja jurnalisme atau tidak.

Terdapat beberapa hal mendasar yang perlu ditanyakan kepada
narasumber, misalnya:

• Apakah narasumber tidak keberatan bila kalimatnya dikutip secara langsung?

• Apakah narasumber tidak berniat namanya dirahasiakan dalam sebagian hasil wawancara?

• Apakah narasumber memiliki keinginan lain yang berkaitan dengan hasil wawancara?

Bila wartawan sudah mengetahui jawaban ketiga pertanyaan ini ditambah dengan keinginan narasumber lain, maka terpulang kepada wartawan bersangkutan untuk segera memenuhinya atau bernegosiasi terlbih dahulu.

Bernegosiasi dengan narasumber bukanlah pekerjaan yang haram. Wartawan boleh bernegosiasi tidak berlangsung di bawah tekanan pihak tertentu (ada dugaan wartawan yang handal sering melakukan negosiasi dengan narasumber). Kesepakatan yang dicapai berdasarkan negosiasi, biasanya, lebih memuaskan kedua belah pihak. Terlepas dari cara pencapaian kesepakatan, kesepakatan ini perlu dicapai sebelum melakukan wawancara (tidak ada salahnya wartawan juga merekan kesepakatan yang sudah dicapai. Rekaman ini bisa dijadikan bukti bila kelak ada pihak yang protes terhadap keberadaan wawancara tersebut). Berdasarkan kesepakatan inilah seharusnya wawancara berlangsung.

Setelah wawancara selesai, wartawan perlu menanyakan kembali kepada narasumber, apakah narasumber masih setuju dengan kesepakatan yang sudah dibuat? Wartawan juga perlu meyakinkan narasumber bahwa tidak akan terjadi penyesalan di kemudian hari atas segala akibat kesepakatan yang sudah dibuat.

Dalam pandangan sebagian kecil wartawan, pelaksanaan tahap-tahap wawancara tersebut di atas menghambat kelancaran kerja mereka. Karena itu, mereka enggan melakukannya. Tetapi, bagi mereka yang pernah ketanggor, pelaksanaan tahap-tahap itu menjadi satu keharusan.

b. Posisi wartawan dalam wawancara

Sebagian besar individu akan merasa sangat senang bila diwawancarai wartawan. Menurut mereka, bila hasil wawancara tersebut disiarkan kepada khalayak, nama mereka juga akan dikenal khalayak. Semakin sering mereka diwawancarai wartawan, semakin populerlah mereka. Individu-individu model begini akan selalu bersikap manis kepada wartawan. Tidak heran bila wartawan berada ?di atas angin? ketika berhadapan dengan mereka.

Lalu, dimana posisi wartawan yang sebenarnya? Kedudukan wartawan adalah penjaga kepentingan umum. Para wartawan berhak mengorek informasi yang berkaitan dengan kepentingan umum dari narasumber. Mereka bebas menanyakan apa saja kepada narasumber untuk menjaga kepentingan umum. Posisi inilah yang menyebabkan mereka mendapat tempat di hati khalayak. Kendati begitu, para wartawan, seperti dinyatakan oleh Jeffrey Olen, harus menghormati keberadaan narasumber. Mereka haurs mengakui bahwa narasumber adalah individu yang bisa berpikir, memiliki alasan untuk berbuat dan mempunyai keinginan-keinginan (Olen 1988:59). Akibatnya, para wartawan harus memperlakukan narasumber sebagai individu yang memiliki otonomi dan bebas mengekspresikan segala keinginannya. Kalau pada satu saat narasumber keberatan hasil wawancaraya disiarkan, maka wartawan harus menghormati keinginan ini dan tidak menyiarkannya.

Menurut para ahli, terdapat tujuh jenis wawancara, yaitu man in the street interview, casual interview, personal interview, news peg interview, telephone interview, question interview dan group interview (Itule dan Andersin 1987:207-213). Operasionalisasinya begini:

Man in the street interview
Wawancara yang dilakukan untuk mengumpulkan pendapat beberapa orang awam mengenai sebuah peristiwa, bisa menyangkut satu keadaan dan bisa pula tentang sebuah kebijaksanaan baru. Biasanya wawancara ini diperlukan setelah terjadinya sebuah peristiwa yang sangat penting.

Casual interview
Sebuah wawancara mendadak. Dalam hal ini seorang wartawan minta kesediaan seorang narasumber untuk diwawancarai. Si wartawan berbuat begitu karena ia bertemu dengan narasumber yang dianggapnya punya informasi yang perlu dilaporkan kepada khalayak.

Personal interview
Merupakan wawancara untuk mengenal pribadi seseorang yang memiliki nilai beritalebih dalam lagi. Hasilnya, biasanya berupa profil tentang orang bersangkutan. News peg interview Wawancara yang berkaitan dengan sebuah laporan tentang sebuah peristiwa yang sudah direncanakan. Wawancara inisering juga disebut information interview.

Telephone interview
Wawancara yang dilakukan lewat telepon. Ini biasanya dilakukan wartawan kepada narasumber yang sudah dikenalnya dengan baik dan untuk melengkapi sebuah beritayang sedang ditulis. Dengan perkataan lain, seorang wartawan memilih jenis wawancara memilih jenis wawancara ini karena ia dalam keadaan terdesak.

Question interview
Wawancara tertulis. Biasanya dilakukan seorang wartawan yang sudah mengalami jalan buntu. Setelah ditelepon, didatangi ke rumah dan ke kantor, si wartawan tidak bisa bertemu dengan anrasumber, maka ia memilih wawancara jenis ini.

- Keuntungan wawancara ini adalah: Informasi yang diperoleh lebih jelas dan mudah dimengerti.

- Kelemahannya adalah: wartawan tidak bisa mengamati sukap-sikap pribadi narasumber ketika manjawab pertanyaan-pertanyaan wartawan.

Group interview
Wawancara yang dilakukan terhadap beberapa orang sekaligus untuk membahas satu persoalan atau implikasi satu kebijaksanaan pemerintah. Setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk berbicara. Contohnya adalah acara ?Pelaku dan Peristiwa? TVRI.

Semua jenis wawancara tersebut di atas akan terlaksana dengan baik bila dipenuhi teknik-teknik berikut:

• Menggunakan daftar pertanyaan yang tersusun baik, yang sudah disiapkan lebih dulu;

• Memulai wawancara dengan pertanyaan-pertanyaan yang ringan;

• Mengajukan pertanyaan secara langsung dan tepat;

• Tidak malu bertanya bila ada jawaban yang tidak dimengerti; dan

• Mengajukan pertanyaan tambahan berdasarkan perkembangan wawancara.

3. Konferensi Pers

Pernyataan yang disampaikan seseorang yang mewakili sebuah lembaga mengenai kegiatannya kepada para wartawan. Biasanya menyangkut citra lembaga, peristiwa yang sangat penting dan bersifat insidental. Tetapi, tidak jarang bersifat periodik, seperti konferensi pers Menteri Luar Negeri, yang berlangsung seminggu sekali. Pada setiap konferensi pers, setiap wartawan memiliki hak yang sama untuk mengajukan pertanyaan kepada orang yang memberikan konferensi pers. Umumnya, lalu lintas informasi dalam konferensi pers dilakukan lewat dialog langsung. Tetapi, ada juga konferensi pers yang menggunakan informasi tertulis yang dibagikan kepada para wartawan. Untuk melengkapi informasi tersebut, para wartawan diberi kesempatan untuk bertanya.

4. Press Release

Bisa diartikan sebagai siaran pers yang dikeluarkan oleh satu lembaga, satu organisasi atau seorang individu secara tertulis untuk para wartawan. Ia mewakili kepentingan lembaga, organisasi atau individu. Itulah sebabnya media massa cetak yang besar, seperti ?Kompas? tidak mau memuat siaran pers ini. Tidak ada keharusan bagi wartawan untuk memuat siaran pers ini. Juga tidak ada kesempatan bagi para wartawan untuk bertanya kepada pihak yang mengeluarkan siaran pers tentang siaran pers. Inilah yang membedakannya dengan konferensi pers. Tegasnya, pada press release tidak ada tanya jawab dengan wartawan dan narasumber. Sedangkan pada konferensi, ada.

Anatomi Berita

Anatomi Berita dan Unsur-unsurnya

Seperti tubuh kita, berita juga mempunyai bagian-bagian, di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Judul atau kepala berita (headline).
2. Baris tanggal (dateline).
3. Teras berita (lead atau intro).
4. Tubuh berita (body).

Bagian-bagian di atas tersusun secara terpadu dalam sebuah berita. Susunan yang paling sering didengar ialah susunan piramida terbalik. Metode ini lebih menonjolkan inti berita saja. Atau dengan kata lain, lebih menekankan hal-hal yang umum dahulu baru ke hal yang khusus. Tujuannya adalah untuk memudahkan atau mempercepat pembaca dalam mengetahui apa yang diberitakan; juga untuk memudahkan para redaktur memotong bagian tidak/kurang penting yang terletak di bagian paling bawah dari tubuh berita (Budiman 2005). 

Dengan selalu mengedepankan unsur-unsur yang berupa fakta di tiap bagiannya, terutama pada tubuh berita. Dengan senantiasa meminimalkan aspek nonfaktual yang pada kecenderuangan akan menjadi sebuah opini.

Untuk itu, sebuah berita harus memuat “fakta” yang di dalamnya terkandung unsur-unsur 5W + 1H. Hal ini senada dengan apa yang dimaksudkan oleh Lasswell, salah seorang pakar komunikasi (Masri Sareb 2006: 38).

• Who – siapa yang terlibat di dalamnya?
• What – apa yang terjadi di dalam suatu peristiwa?
• Where – di mana terjadinya peristiwa itu?
• Why – mengapa peristiwa itu terjadi?
• When – kapan terjadinya?
• How – bagaimana terjadinya?

Ada beberapa petunjuk yang dapat membantu pengumpulan informasi, sebagaimana diungkapkan oleh Eugene J. Webb dan Jerry R. Salancik (Luwi Iswara 2005: 67) berikut ini.
• Observasi langsung dan tidak langsung dari situasi berita.
• Proses wawancara.
• Pencarian atau penelitian bahan-bahan melalui dokumen publik.
• Partisipasi dalam peristiwa.

Unsur Berita

Unsur-unsur berita

Secara umu, unsur-unsur berita yang selalu ada pada sebuah berita adalah: headline, deadline, lead, dan body (Basuki 1983:22-25).

Headline.
Biasa disebut judul. Sering juga dilengkapi dengan anak judul. Ia berguna untuk: (1) menolong pembaca agar segera mengetahui peristiwa yang akan diberitakan; (2) menonjolkan satu berita dengan dukungan teknik grafika.

Deadline.
Ada yang terdiri atas nama media massa, tempat kejadian dan tanggal kejadian. Ada pula yang terdiri atas nama media massa, tempat kejadian dan tanggal kejadian. Tujuannya adalah untuk menunjukkan tempat kejadian dan inisial media.

Lead.
Lazim disebut teras berita. Biasanya ditulis pada paragraph pertama sebuah berita. Ia merupakan unsur yang paling penting dari sebuah berita, yang menentukan apakah isiberita akan dibaca atau tidak. Ia merupakan sari pati sebuah berita, yang melukiskan seluruh berita secara singkat.

Body.
Atau tubuh berita. Isinya menceritakan peristiwa yang dilaporkan dengan bahasa yang singkat, padat, dan jelas. Dengan demikian body merupakan perkembangan berita.

5. Struktur berita
Struktur berita sangat ditentukan oleh format berita yang akan ditulis. Struktur beritalangsung berbeda dengan beritaringan dan berita kisah. Tetapim, untuk berita langsung, menurut Bruce D. Itule dan Douglas A. Anderson, struktur yang lazim hanya satu, yaitu piramida terbalik (Itule dan Anderson 1987: 62-63).

- Lead menunjukkan bagian permulaan berita yang paling penting.

- Sedangkan piramida terbalik menunjukkan begian yang penting dari sebuah berita pada bagian awal dan makin ke bawah makin kurang penting. 

- Dengan perkataan lain, seiring dengan menyempitkan piramida terbalik, berkurang
pula arti penting beritanya. 

- Struktur seperti ini, di samping memudahkan
mengenali inti berita, juga memudahkan pemotongan bagian yang tidak mungkin termuat.

(Sumber: Ditjen Pendidikan Tinggi Dep P dan K, 1978: 148)

Jenis Berita

Jenis-jenis berita

Kalau kita sepakat bahwa yang menjadi bahan dasar berita adalah realitas sosial dalam bentuk peristiwa, maka jelas peristiwa itu bermacam-macam. Da peristiwa orang berseminar. Ada pula peristiwa pembunuhan. Bahkan ada peristiwa pembatalan SIUPP. Untuk memudahkan penggolongan jenis-jenis berita berdasarkan peristiwa yang terjadi dalam kehidupan manusia, Maryono Basuki membagi berita berdasarkan: (1) sifat kejadian; (2) masalah yang dicakup; (3) lingkup pemberitaan; dan (4) sifat pemberitaan (Basuki 1983:5).

Operasionalisasinya begini:

Berdasarkan sifat kejadian, terdapat empat jenis berita, yaitu:

1. Berita yang sudah diduga akan terjadi.
Misalnya: wawancara seorang wartawan dengan Goenawan Mohamad yang tampil dalam sebuah seminar.

2. Berita tentang peristiwa yang terjadi mendadak sontak.
Misalnya: peristiwa kebakaran kantor sentral telepon.

3. Berita tentang peristiwa yang direncanakan akan terjadi.
Misalnya: peristiwa peringatan Hari Lingkungan Hidup setiap 5 Juni.

4. Berita tentang gabungan peristiwa terduga dan tidak terduga.
Misalnya: peristiwa percobaan pembunuhan kepala negara pada acara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.

Masalah di sini biasanya merujuk kepada aspek kehidupan yang ada di tengah-tengah masyarakat. Secara umum, terdapat empat aspek kehidupan manusia, yaitu: aspek sosial, ekonomi, politik, dan kebudayaan. Tetapi, seiring dengan perkembangan masyarakat, keempat aspek ini terasa tidak memadai lagi. Ia perlu dipecah lagi menjadi berbagai aspek. Karena itu, tidak ada salahnya menggolongkan jenis berita berdasarkan masalah yang dicakup menurut jumlah kementrian yang ada dalam Kabinet Pembangunan 6.

Atas dasar pemikiran ini, jenis-jenis berita tersebut menjadi: berita dalam negeri, beritaluar negeri, berita hukum, berita sosial, berita pendidikan dan kebudayaan, beritapertanian, berita lingkungan hidup, berita perumahan, berita pemuda dan oleh raga,berita transmigrasi, berita kesehatan, berita ilmu pengetahuan, berita kopersi, beritapertanahan, berita penerangan, berita perindustrian, berita perbankan, beritaperhubungan, berita perdagangan, berita kehutanan, berita agama, beritapertambangan, dan berita pangan.

dibagi menjadi empat bagian, yaitu lokal, regional, nasional, dan internasional. Sebuahberita disebut berlingkup lokal kalau peristiwa yang dilaporkannya terjadi di sebuah kabupaten dan akibatnya hanya dirasakan di daerah itu, atau paling-paling di kabupaten lain dalam propinsi yang sama. Sebuah berita disebut berlingkup nasional kalau pelaporan peristiwa yang terjadi di satu negara dapat dirasakan di negara lain.

Berdasarkan sifat pemberitaan. Sifat berita bisa dilihat dari isinya.
Ada isi berita yang memberitahu, mendidik, menghibur, memberikan contoh, mempengaruhi, dan sebagainya. Bisa saya sebuah berita mempunyai sifat lebih dari satu. Tetapi, sifat berita yang terutama adalah memberitahu.

Nilai Berita

Nilai-nilai dalam berita

Tidak semua laporan tentang kejadian pantas dilaporkan kepada khalayak. Pertengkaran antara suami-istri orang kebanyakan tidak perlu dilaporkan kepada khalayak. Pekerjaan seorang dosen membimbing mahasiswa juga tidak perlu dilaporkan kepada khalayak. Mengapa? Di samping merupakan peristiwa rutin, kedua peristiwa tersebut juga tidak memiliki nilai berita.

Lalu, apa kriteria peristiwa yang patut dilaporkan kepada khalayak? Kriterianya hanya satu, yaitu peristiwa yang memiliki nilai berita. Nilai berita sendiri, menurut Julian Harriss, Kelly Leiter dan Stanley Johnson, mengandung delapan unsur, yaitu: konflik, kemajuan, penting, dekat, aktual, unik, manusiawi, dan berpengaruh (Harriss, Leiter dan Johnson 1981:29-33). Artinya, sebelum seseorang melaporkan sebuah peristiwa, ia perlu mengkonfirmasikannya dengan kriteria-kriteria tersebut.

Operasionalisasinya seperti ini:

Konflik
Informasi yang menggambarkan pertentangan antar manusia, bangsa dan negara perlu dilaporkan kepada khalayak. Dengan begitu khalayak mudah untuk mengambil sikap.

Kemajuan
Informasi tentang kemajuan ilmu pengatahuan dan teknologi senantiasa perlu dilaporkan kepada khalayak. Dengan demikian, khalayak mengetahui kemajuan peradapan menusia. Penting Informasi yang penting bagi khalayak dalam rangka menjalani kehidupan mereka sehari-hari perlu segera dilaporkan kepada khalayak.

Dekat
Informasi yang memiliki kedekatan emosi dan jarak geografis dengan khalayak perlu segera dilaporkan. Makin dekat satu lokasi peristiwa dengan tempat khalayak, informasinya akan makin disukai khalayak.

Aktual
Informasi tentang peristiwa yang unik, yang jarang terjadi perlu segera dilaporkan kepada khalayak. Banyak sekali peristiwa yang unik, misalnya mobil bermain sepak bola, perkawanan manusia dengan gorila, dan sebagainya.

Manusiawi
Informasi yang bisa menyentuh emosi khalayak, seperti yang bisa membuat menangis, terharu, tertawa, dan sebagainya, perlu dilaporkan kepada khalayak. Dengan begitu, khalayak akan bisa meningkatkan taraf kemanusiaannya.

Berpengaruh
Informasi mengenai peristiwa yang berpengaruh terhadap kehidupan orang banyak perlu dilaporkan kepada khalayak. Misalnya informasi tentang operasi pasar Bulog, informasitentang banjir, dan sebagainya. Jumlah unsur nilai berita yang harus dipenuhi setiap peristiwa sebelum
dijadikan berita berbeda pada setiap penerbitan pers. Ada surat kabar yang menetapkan hanya lima unsur nilai berita. Tetapi, ada juga yang enam unsur. Yang jelas, makin banyak sebuah peritiwa memiliki unsur nilai berita, makin besar kemungkinan beritanya disiarkan oleh penerbitan pers.

Pengertian Berita

Apa itu Berita?

Pada dasarnya berita adalah laporan tentang suatu kejadian yang dianggap penting dan menarik. bagi khalayak. Dari berbagai macam batasan yang diberikan orang tentang berita, pada prinsipnya ada unsur penting yang harus diperhatikan yaitu unsur-unsur laporan, kejadian/peristiwa/pendapat yang menarik dan penting, serta disajikan secepat mungkin (terikat oleh waktu). Berita tersebut memiliki beberapa kriteria, antara lain harus akurat, lengkap, objektif, seimbang, jelas dan ringkas.

Sesungguhnya berita adalah hasil rekonstruksi tertulis dari realitas sosial yang terdapat dalam kehidupan. Itulah sebabnya ada orang yang beranggapan bahwa penulisan berita lebih merupakan pekerjaan merekonstruksikan realitas sosial ketimbang gambaran dari realitas itu sendiri. Saya sendiri setuju dengan anggapan ini. Bagaimanapun, tidak ada seorang pun yang sanggup merekonstruksikan realitas sosial memiliki empat muka, maka yang sering diungkap para wartawan hanya dua muka.Hal ini diakui sendiri oleh Thoriq Hadad, wartawan eks Tempo. Dalam sebuah perbincangan dengan saya di Surabaya, 6 Agustus 1994. Thoriq Hadad mengatakan bahwa apa yang diungkapkan Tempo dalam pemberitaannya hanya sekitar 60% dari apa yang diketahui Tempo. Sudah begitu, pemerintah masih menganggap Tempo tidak bisa menahan diri.

Lalu, bagaimana mendefinisikan berita? Untuk keperluan definisi berita, bisa saja dikutip pendapat Nancy Nasution, yakni: Laporan tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi, yang ingin diketahui oleh umum, dengan sifat-sifat aktual, terjadi di lingkungan pembaca, mengenai tokoh terkemuka, akibat peristiwa tersebut berpengaruh terhadap pembaca (Dalam Basuki 1983:1).

Bisa juga dikutipkan pendapat W.J.S. Purwadarminta, yang mengatakan bahwa beritaadalah laporan tentang satu kejadian yang terbaru (ibid). Kedua pengertian ini menimbulkan pendapat bahwa tidak semua yang tertulis dalam surat kabar atau majalah bisa disebut sebagai berita. Iklan dan resep masakan tidak bisa disebut berita. Yang disebutberita adalah laporan tentang sebuah peristiwa. Dengan perkataan lain, sebuah peristiwa tidak akan pernah menjadi berita bila peristiwa tersebut tidak dilaporkan.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More